Kota Sampit Kalimantan Tengah.

SAMPIT, KALIMANTAN TENGAH.



1. Sejarah Sampit.
Orang pertama yang membuka daerah kawasan Sampit pertama kali adalah orang yang bernama Sampit yang berasal dari Bati-Bati, Kalimantan Selatan sekitar awal tahun 1800-an. Sebagai bukti sejarah, makam “Datu” Sampit sendiri dapat ditemui di sekitar Basirih. “Datu” Sampit mempunyai dua orang anak yaitu Alm. “Datu” Djungkir dan “Datu” Usup Lamak. Makam keramat “Datu” Djungkir dapat ditemui di daerah pinggir sungai mentaya di Baamang Tengah, Sampit. Sedangkan makam “Datu” Usup Lamak berada di Basirih.

 Map of <b>Sampit</b> 

2. Budaya Sampit 
 
Mandi Safar merupakan acara adat masyarakat Sampit, dimana kegiatan ini dilaksanakan secara turun temurun. Namun dalam beberapa tahun ini Ritual Mandi Safar sudah dijadikan Event Pariwisata, karena Ritual Mandi Safar ini merupakan budaya masyarakat yang patut dilestarikan.
Berdasarkan kepercayaan masyarakat, Mandi Safar dipercaya mampu membersihkan jiwa dan membuang 330 bala yang turun. Harapan dengan melakukan ritual Mandi Safar ini, masyarakat akan mendapat berkat dan dijauhkan dari malapetaka atau bala bencana.
Masyarakat yang akan mengikuti prosesi Mandi Safar, sebelum menceburkan diri ke dalam sungai Mentaya, telah membekali diri dengan daun Sawang yang diikat di kepala atau di pinggang. Daun Sawang tersebut sebelumnya dirajah oleh sesepuh atau alim ulama setempat. Menurut kepercayaan, pemakaian Daun Sawang itu agar orang yang mandi terjaga keselamatannya dari segala gangguan baik dari gangguan binatang maupun makhluk halus. Setelah selesai proses Ritual Rajah Daun, upacara dilanjutkan dengan melakukan Tapung Tawar kepada seluruh masyarakat yang hadir, hingga kemudian menceburkan diri ke Sungai Mentaya Sampit.

3. Ciri khas Sampit
Supian Hadi selaku bupati Sampit sangat gencar mempromosikan jelawat sebagai ikon Kotim. Sejumlah bangunan seperti bundaran di daerah ini kini diberi ornamen patung ikan jelawat. Bahkan saat ini di bantaran Sungai Mentaya sedang dibangun ikon Kota Sampit yang mengusung ikan jelawat sebagai maskot.
Ingin mengikuti kesuksesan pamor patung singa di Singapura, bupati termuda di Kalteng ini berharap dipopulerkannya jelawat sebagai ikon Kotim akan membawa dampak luas sektor usaha seperti pariwisata, kerajinan dengan mengangkat maskot jelawat, hingga kuliner khas jelawat.
Saat ini mulai banyak pelaku usaha kecil yang membuat suvenir berupa patung jelawat terbuat dari kayu dan tempurung kelapa. Selain itu, ada pula pedagang makanan yang berkreasi dengan membuat bakso jelawat serta aneka kuliner berbahan dasar ikan jelawat.

-Rumah Adat.
Rumah Betang adalah rumah adat khas Kalimantan yang terdapat di berbagai penjuru Kalimantan, terutama di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat pemukiman suku Dayak, dimana sungai merupakan jalur transportasi utama bagi suku Dayak untuk melakukan berbagai mobilitas kehidupan sehari-hari seperti pergi bekerja ke ladang dimana ladang suku Dayak biasanya jauh dari pemukiman penduduk, atau melakukan aktifitas perdagangan (jaman dulu suku Dayak biasanya berdagang dengan menggunakan system barter yaitu dengan saling menukarkan hasil ladang, kebun maupun ternak).Bentuk dan besar rumah Betang ini bervariasi di berbagai tempat. Ada rumah Betang yang mencapai panjang 150 meter dan lebar hingga 30 meter. Umumnya rumah Betang di bangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian tiga sampai lima meter dari tanah. Tingginya bangunan rumah Betang ini saya perkirakan untuk menghindari datangnya banjir pada musim penghujan yang mengancam daerah-daerah di hulu sungai di Kalimantan. Beberapa unit pemukiman bisa memiliki rumah Betang lebih dari satu buah tergantung dari besarnya rumah tangga anggota komunitas hunian tersebut. Setiap rumah tangga (keluarga) menempati bilik (ruangan) yang di sekat-sekat dari rumah Betang yang besar tersebut, di samping itu pada umumnya suku Dayak juga memiliki rumah-rumah tunggal yang dibangun sementara waktu untuk melakukan aktivitas perladangan, hal ini disebabkan karena jauhnya jarak antara ladang dengan tempat pemukiman penduduk.


4. Makanan Khas Daerah Sampit
 A. Dami.
https://kerovphie.files.wordpress.com/2013/04/img_1184.jpg
Dami adalah kulit Tiwadak (cempedak) yang dibersihkan dan digoreng. Dimakan sebagai makanan pendamping dengan nasi.

B. Bingka.
https://kerovphie.files.wordpress.com/2013/04/bingka_kentang_1-159201527_std.jpg
Bentuknya seperti bunga. Sebenarnya Bingka ini berasal dari Banjar. Bingka di Sampit hanya ditemui di bulan Ramadhan, banyak penjual makanan yang akan menjualnya, namun sangat langka di bulan yang lain. Dan bingka adalah kue yang paling di rindukan anak kalimantan yang sedang merantau dibulan ramadhan.

C. Sayur kelakai.
Kelakai/pakis tumbuh melimpah berupa semak-semak di sembarang tempat. Terbukanya lahan hutan karena adanya pemberdayaan lahan di pinggiran kota Sampit membuat kelakai berkembang meluas. Dari ciri fisiknya kelakai mungkin sejenis tumbuhan paku, tumbuh subur pada lahan gambut. Dari pengamatan, unsur gizi dari kelakai jelas terlihat pada ibu menyusui. Asi yang dihasilkan lebih berkualitas dan berlimpah. Hal ini membuat kelakai menjadi makanan yang banyak dikonsumsi ibu-ibu menyusui. Oseng kelakai sungguh enak dan mempunyai rasa khas dibanding sayuran umum. Rasanya, menurut pendapat saya, mirip-mirip dengan jamur. Jadi kalau kebetulan ke Sampit, jalan-jalanlah ke pinggiran kota sambil membawa pancing. Mungkin anda tidak akan banyak mendapat ikan. Tapi anda bisa sambil memetik kelakai. Karena hasil memetik sendiri, pasti lebih enak rasanya. 


 

1 komentar:

  1. blognya bagus, perlu dikembangkan lg. apalagi isinya tentang sampit. hehe

    salam kenal

    http://dxstarmedia.blogspot.com

    BalasHapus